c9fb2a9e812153a139353118104ca03a.jpg  

Mencegah Bunuh Diri Di Lingkungan Militer

Selasa, 15 September 2020 13:13:28 - Oleh : admin - Dibaca : 572 kali

  Oleh  : dr. Tara Aseana, Sp.K.J.(K)

Tanggal 10 September diperingati sebagai Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day) yang dibentuk oleh International Association for Suicide Prevention (IASP) dan World Health Organization (WHO). Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia ini bertujuan untuk mengajak masyarakat untuk saling peduli dan berperan mencegah terjadinya bunuh diri. Gagasan bunuh diri merupakan pemikiran seseorang tentang mengakhiri hidup yang bisa disebabkan karena gangguan psikiatri, penyakit fisik, genetik, penggunaan alkohol dan zat psikoaktif, gangguan atau ciri kepribadian, masalah relasi, dan pengaruh media massa. WHO menyatakan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian terbesar kedua pada populasi masyarakat berusia 15-29 tahun. Namun demikian, kejadian bunuh diri jarang dilaporkan sehingga data sangat kurang.

Lingkungan militer rentan terjadi bunuh diri karena adanya stresor militer seperti perubahan kehidupan sipil ke militer dan lingkungan pekerjaan kombatan serta stresor psikososial seperti adaptasi, gaya hidup, keluarga, dan keuangan. Adanya akses senjata yang mudah dijangkau menjadi faktor risiko terjadinya bunuh diri di lingkungan militer. Meskipun untuk menjadi anggota militer seseorang sudah melaksanakan serangkaian tes sehingga ia dianggap mampu berhadapan dengan stresor militer, namun tidak ada satu orangpun kebal terhadap masalah kesehatan jiwa.

Penelitian yang dilakukan terhadap prajurit di Amerika sebelum melaksanakan Basic Combat Training menunjukkan prevalensi prajurit yang memiliki ide bunuh diri sebesar 14.1%, merencanakan bunuh diri sebesar 2.3%, dan mengupayakan bunuh diri sebesar 1.9%. Penelitian ini menunjukkan bahwa monitoring terhadap prajurit sangat penting dilakukan meskipun prajurit telah melaksanakan serangkaian tes saat proses rekrutmen.

Monitoring bisa dilakukan dengan memberikan pelatihan meningkatkan resiliensi dan menyediakan sistem dukungan sosial bagi prajurit. Resiliensi merupakan kemampuan seseorang segera pulih saat berhadapan dengan tekanan. Resiliensi bisa di analogikan dengan menjadikan stresor sebagai vaksin bagi tubuh dan bukan sebagai kuman, sehingga stresor yang diterima membuat seseorang semakin kuat dan mampu berhadapan dengan stresor lainnya. Ketrampilan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan resiliensi adalah dengan mengenali dampak dari pikiran dan konsekuensi yang akan terjadi pada saat kita berada pada situasi penuh tekanan, mengenali kesalahan berfikir, mendeteksi bagaimana respon lingkungan terkait emosi dan perilaku yang kita tampilkan saat dalam tekanan, menemukan jalan keluar bila ada kesulitan, bisa menemukan beberapa kemungkinan penyebab terjadinya masalah, mampu berfikir realistis dan bukan berfikir katastrofik. Ketrampilan tersebut bukan hanya dipahami namun harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.  

Sistem dukungan sosial bagi prajurit di kesatuan melibatkan seluruh aspek, baik itu dari tingkat pimpinan maupun anggota militer. Adanya kebijakan yang melarang prajurit dengan masalah kesehatan jiwa kontak dengan senjata akan mengurangi akses prajurit tersebut menggunakan senjata. Menempatkan staff kesehatan yang telah mendapatkan pelatihan untuk mengidentifikasi, memberikan pertolongan pertama, dan mencegah bunuh diri di tiap kesatuan. Memberikan psikoedukasi kepada Komandan dan prajurit di kesatuan tentang kesehatan jiwa sehingga mereka bisa menjadi gate keepers satu sama lain sehingga menyadari bila ada prajurit yang mengalami stres. Seringkali orang yang mengalami stres tidak memerlukan solusi melainkan cukup didengarkan dan dipahami. Oleh karenanya sebagai gate keepers, diharapkan Komandan dan prajurit bisa mendeteksi dini dan memahami prajurit yang sedang mengalami masalah kesehatan jiwa dengan meluangkan waktu dan energi untuk mendengarkan dan memahami kebutuhan rekannya. Apabila kita merasa tidak mampu memberikan pertolongan, kita bisa menyarankan prajurit tersebut untuk mencari pertolongan kepada profesional. Dukungan sosial dari Komandan dan prajurit bisa mengurangi stigma terhadap prajurit dengan masalah dengan kesehatan jiwa. Selain itu perlu adanya Unit Kesehatan Jiwa yang terintegrasi yang bertugas memberikan psikoedukasi, konsultasi, dan mengurangi stigma prajurit dengan masalah kesehatan jiwa. Perlu dipikirkan adanya sistem yang memberikan kemudahan prajurit menghubungi staf kesehatan jiwa, misal dengan memanfaatkan tekhnologi.

Pencegahan bunuh diri di lingkungan militer merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang melibatkan multidimensi dan multidisiplin ilmu. Namun ada yang bisa kita lakukan sebagai individu untuk mencegah terjadinya bunuh diri yaitu peduli pada orang disekitar. Bila kita melakukan hal tersebut, maka kitalah tokoh kunci utama yang mampu menyelamatkan hidup orang lain. Hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah dengan mendengarkan dan memahami orang yang sedang mengalami masalah kesehatan jiwa. Everyone can be a hero. Everyone can save lives.

 

 

 

 

Smiley face
 
"Tunaikan Sumpah dan tugas kewajiban sebagai prajurit Negara Republik Indonesia, yang sanggup menjamin keamanan dan keselamatan nusa dan bangsanya"    
Panglima Besar Jenderal Sudirman
Pengumuman
Siaran Pers
Amanat
Berita Media
Selasa, 20 Desember 2022
Presiden Jokowi Lantik Yudo Margono sebagai Panglima TNI
Jum`at, 2 Desember 2022
Panglima TNI Bersama KSAL Lepas Satgas MTF TNI Konga 28 N ke Lebanon
Jum`at, 25 November 2022
Sambangi Cianjur, Panglima TNI Evaluasi Kekuatan Pasukan di Lokasi Gempa
Jum`at, 25 November 2022
Panglima TNI Tinjau Lokasi Gempa Cianjur Kirim Bantuan dan Bawa 8 Ribu Paket Makanan
Selasa, 8 November 2022
Panglima TNI cek alutsista pengamanan KTT G20




Smiley face