c9fb2a9e812153a139353118104ca03a.jpg  

PENDIDIKAN DI LEMBAGA TNI, KERAS, TAPI BUKAN KEKERASAN

Senin, 23 April 2007 00:00:00 - Oleh : puspen - Dibaca : 22020 kali

Pendidikan di TNI memang keras, tetapi itu bukan untuk kekerasan. Mendidik anggota TNI dilakukan dengan keras dan tegas untuk membentuk sosok prajurit TNI yang tanggap, tanggon, dan trengginas.

Kasus kematian Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) belum lama ini menjadi perhatian publik yang luar biasa.Tak kurang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun memberikan perhatian serius agar kasus serupa tak terulang kembali di masa datang.

Berkaitan dengan hal itu, Panglima TNI dan Kapolri serta para gubernur Akademi TNI dipanggil ke Istana diminta untuk melakukan evaluasi di akademi masing-masing, khususnya tentang konsep pembinaan taruna di Akademi Militer, Akademi Kepolisian, dan SMA Taruna. Perhatian Presiden ini sekaligus merupakan rasa keprihatinan dan keseriusan pemerintah tentang betapa pentingnya pengawasan dan evaluasi pendidikan di lembaga TNI dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan menghilangkan budaya kekerasan semacam ini.

Munculnya kasus kekerasan di IPDN ini mengundang spekulasi banyak orang yang cenderung memaknai kekerasan sebagai budaya militeristik di lembaga pendidikan, yaitu budaya yang melahirkan watak-watak militer dan diduga mengadopsi dari pendidikan militer. Dugaan ini jelas tidak benar. Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto secara jelas menyatakan, pola pendidikan yang diterapkan IPDN, berupa pemukulan dan penyiksaan, sama sekali bukan pola pendidikan militer.

Yang diadopsi itu soal penegakan disiplin, loyal terhadap negara dan bangsa, hormat dan patuh kepada atasan,dan cerdas dalam memahami ilmu, tetapi kekerasan tidak. Pendidikan di militer memang keras, tetapi bukan kekerasan yang tanpa batas. Pendidikan di Akademi Militer dilandasi falsafah �Dwi Warna Purwa Cendikia Wusana� yang berarti mengutamakan pembentukan kepribadian dengan jiwa kejuangan yang tinggi, dilengkapi kemampuan profesi yang mantap sebagai suatu kebulatan.

Sementara sasaran pendidikan yang akan dituju, dirumuskan dalam sesanti �Tri Sakti Wiratama� yang berarti integrasi dari ketiga sifat prajurit yang utama, yaitu tanggap, tanggon, dan trengginas. Tanggap,artinya berdaya tangkap dan penalaran yang tinggi dengan memiliki potensi ilmu pengetahuan dan teknologi untuk dapat mengembangkan diri. Tanggon artinya dapat diandalkan, ulet, dan tahan uji dengan memiliki mental yang dilandasi jiwa Pancasila dan UUD 1945, bersemangat juang kebangsaan, berkode etik Sapta Marga, berwatak keprajuritan dan berkepemimpinan TNI.

Trengginas artinya tangkas dalam bertindak dan berolah pikir dengan memiliki kesempatan jasmani, daya tahan tinggi dalam menghadapi tugas. Berangkat dari sasaran yang hendak dicapai tersebut, semua proses belajar mengajar berlangsung secara terukur dan terkendali. Sasarannya juga jelas, yaitu mendidik agar para taruna, para siswa atau pelajar yang kelak menjadi anggota TNI memiliki postur tubuh yang gagah, memiliki kepatuhan, kedisiplinan, kuat fisik maupun mental,yang menjadi syarat dalam mendukung pelaksanaan tugas pokoknya.

Karena itu, kekerasan yang ada dilaksanakan secara terukur dan senantiasa memperhatikan faktor keselamatan dan keamanan.Memang,pembinaan dan pendidikan fisik dilakukan seperti itu karena tanpa perlakuan yang tegas, keras, dan disiplin, para calon tentara akan banyak berdiskusi, membantah, usul sana-usul sini, yang pada akhirnya latihan tidak akan mencapai sasaran. Pendidikan TNI memang mempersiapkan postur prajurit yang siap setiap saat menghadapi tugas berat dan berpotensi menimbulkan stres tinggi sehingga diperlukan latihan keras.

Karena target dan program yang jelas, maka metode yang digunakan pun jelas arahnya. Didasarkan target yang sudah ditetapkan, para pelatih di TNI harus bekerja keras siang malam melakukan pengawasan secara ketat dan disiplin tinggi. Untuk latihan pembentukan fisik agar calon anggota tentara tidak bongkok dan berbadan tegap, misalnya, maka diterapkan dengan cara menggendong ransel dengan beban seberat 10 kg.

Ransel yang digendong secara terukur akan kuat dilakukan oleh para calon tentara dan akan menarik badannya tegak ke belakang sehingga pada akhirnya kelak ia akan menjadi tentara yang tegap dan tidak bongkok.Tujuannya jelas, menghasilkan para prajurit yang secara fisik tegap. Begitu pula dengan latihan lain, misalnya siang-malam melakukan latihan di lapangan.Hal ini jelas ada maknanya, yakni menguji dan sekaligus membuat agar diri seorang calon tentara menjadi kuat, sehat, dan tangguh.

Kepada seorang siswa atau taruna yang melakukan kesalahan dan tidak disiplin, pelatih akan menghukumnya. Hukuman itu mulai dari hukuman yang bersifat akademis hingga bersifat hukuman fisik,dengan target memperkuat kemampuan psikologis, mental, moral, maupun fisiknya bagi calon anggota tentara yang bersangkutan. Contoh hukuman yang bersifat akademis, seorang taruna diperintahkan untuk mengucapkan Sumpah Prajurit atau Sapta Marga secara berulangulang di lapangan terbuka.

Membentuk fisik dan mental yang kuat adalah materi pelajaran yang mutlak dalam pendidikan TNI. Karena itu, latihan yang keras memang harus dilaksanakan, seperti berjalan siang dan malam atau yang terkenal dengan long march maupun han march. Siang hari mereka jalan kaki dengan medan yang tidak pernah rata, bahkan berjalan di atas balok-balok rel kereta api, sehingga kepala menjadi pusing. Di waktu malam hari, para calon tentara diajak berjalan kaki yang cukup jauh di berbagai daerah perbukitan, sungai, jurang, jalan setapak, dan sebagainya.

Disertai serentetan permasalahan yang harus dilakukan, tentu dalam perjalanan pun pasti akan ada yang mengantuk, capek, dan lelah. Di sini, para pelatih terus mendampingi dan mengawasi secara ketat dan disiplin agar para peserta didik itu tidak ada yang terjatuh karena mengantuk. Untuk itu, para pelatih akan terus berteriak-teriak, terkadang memaki, atau memukul topi bajanya, agar tak satu pun calon tentara yang dididik itu mengantuk.

Kalau mengantuk, akan berbahaya dan fatal, misalnya terjatuh ke jurang. Untuk menghindari hal itu, maka sifat keras, tegas, disiplin, bila perlu teriak- teriak yang menyakitkan hati, itulah yang dilakukan pelatih. Semua itu bertujuan agar para asuhannya semua selamat. Uraian di atas menggambarkan bahwa pendidikan di lembaga TNI memang dilakukan secara keras, namun hal itu bukan dilandasi maksud-maksud kekerasan.

Semua sudah diukur dan dilakukan secara sadar, tanpa penyiksaan. Memang,dalam lembaga pendidikan di TNI para pelatih yang terlibat dalam proses pendidikan semuanya sudah disetel (diset) karakternya dengan peran masing-masing secara jelas dan harus dipertanggungjawabkan. Semua proses pendidikan dilaksanakan dengan sasaran yang jelas, yaitu membangun kepedulian, kedisiplinan, kemampuan fisik, dan kecerdasan akademik yang mutlak diperlukan bagi kehidupan prajurit. Proses pendidikan ini dilaksanakan bertingkat dan berlanjut.

Karenanya, walaupun di lembaga TNI dilatih secara keras, sangat jarang terjadi kasus kematian akibat perlakuan hukuman. Satu atau dua kasus yang menimpa seorang calon tentara pada umumnya karena sakit bawaan sebelum memasuki pendidikan,misalnya karena kambuh ketika sedang mengikuti latihan fisik yang memang berat. Namun, hal itu bukan akibat pola pendidikan kekerasan yang tanpa ukuran atau karena hukuman yang tak mengindahkan hal-hal yang membahayakan bagi para calon tentara.

Terkait dengan itulah maka di akademi- akademi TNI,dalam hal ini Akmil, AAL, dan AAU, para senior yang diyakini telah memiliki modalitas kepemimpinan (dalam pelatihan dan pengasuhan) diberikan kewenangan untuk membina para juniornya dengan maksud, antara lain, melatih kepemimpinan mereka. Namun dalam pelaksanaannya, selalu diawasi oleh para pembina/pelatih organik secara terusmenerus. Dalam hal ini, aspek kepemimpinan dan kepengasuhan yang dikedepankan, bukan kekerasan dari senior kepada junior. Dengan demikian, jatuhnya korban dapat dihindari.

Smiley face
 
"Tunaikan Sumpah dan tugas kewajiban sebagai prajurit Negara Republik Indonesia, yang sanggup menjamin keamanan dan keselamatan nusa dan bangsanya"    
Panglima Besar Jenderal Sudirman
Pengumuman
Siaran Pers
Amanat
Berita Media
Selasa, 20 Desember 2022
Presiden Jokowi Lantik Yudo Margono sebagai Panglima TNI
Jum`at, 2 Desember 2022
Panglima TNI Bersama KSAL Lepas Satgas MTF TNI Konga 28 N ke Lebanon
Jum`at, 25 November 2022
Sambangi Cianjur, Panglima TNI Evaluasi Kekuatan Pasukan di Lokasi Gempa
Jum`at, 25 November 2022
Panglima TNI Tinjau Lokasi Gempa Cianjur Kirim Bantuan dan Bawa 8 Ribu Paket Makanan
Selasa, 8 November 2022
Panglima TNI cek alutsista pengamanan KTT G20




Smiley face